Thursday, August 6, 2015

Paper of Education Seminar


Pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran IPA
di Jenjang Pendidikan Menengah
Wahyu Nurul Hidayati, S.Pd
Guru Sejarah, SMA Global Islamic Boarding School

Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan, khususnya pembelajaran IPA. Hal tersebut tercermin antara lain dari hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) bahwa kemampuan IPA berada pada urutan 35 dari 48 negara. Kemampuan siswa Indoensia tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura (peringkat ke-1) dan Malaysia (peringkat ke-21). Jumlah kemampuan IPA siswa Indonesia memeroleh nilai 427 jauh di bawah rata-rata internasional yaitu 467.[1]
Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran IPA antara lain: (a) penguasaan materi dan miskonsepsi oleh guru; (b) pembelajaran yang kurang mendasar dalam mengaitkan fenomena IPA dengan kehidupan sehari-hari; (c) pembelajaran kurang dimanfaatkan untuk kemampuan berpikir tingkat tinggi; (d) pembelajaran belum memaksimalkan penggunaan ICT; dan (e) pembelajaran belum beriorientasi pada pengembangan karakter.[2]
Pembelajaran yang kurang dimanfaatkan untuk kemampuan berpikir tingkat tinggi misalnya cenderung didimonasi dengan pendekatan verifikasi melalui konsep-konsep yang kemudian diikuti dnegan kegiatan laboratorium atau pratikum untuk memverifikasi “kebenaran” dari konsep yang telah dijelaskan. Pembelajran IPA yang konvensional seperti itu hanya menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, bukan menyiapkan sumber daya manusia yang kritis, peka terhadap lingkungan, kreatif, dan memahami teknologi sederhana yang hadir di tengah-tengah masyarakat, sehingga siswa belum terbiasa menggunakan daya nalarnya dan cenderung menghafal.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat dikembangkan melalui pendekatan metode pembelajaran yang baik di kelas. Pendekatan alternatif yang perlu diterapkan dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik, khususnya pendekatan inkuiri (inquiry) maupun pemecahan masalah (problem solving).
Pendekatan inkuiri digunakan dalam pemrosesan informasi dan pembelajaran IPA yang diikuti kemampuan dasar bekerja ilmiah sebagai perolehan pembelajaran. Kemampuan dasar bekerja ilmiah di jenjang pendidikan menengah beririsan dengan keterampilan mengajukan pertanyaan, melakukan pengamatan (observasi), mengelompokkan (klasifikasi), melakukan inferensi,  meramalkan (prediksi), menafsirkan (interpretasi), merencanakan percobaan/penyeidikan/peneliatian, menggunakan alat/bahan, berkomunikasi, dan berhipotesis.[3] Pendekatan inkuiri dimulai ketika siswa mengalami kebingungan tentang situasi atau fenomena dan ketika merencanakan dan melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis mereka. Proses tersebut melibatkan seluruh kemampuan dasar bekerja ilmiah.
Kemampuan dasar bekerja ilmiah juga dapat dilakukan melalui pemberian pengalaman dalam bentuk kegiatan mandiri atau kelompok kecil, misalnya melalui mini riset. Mini riset yang dilakukan siswa dalam pembelajaran IPA akan dapat memberikan kesempatan bagi siswa dalam mendapatkan pengetahuan dan mendorong keterampilan berpikir tinggi serta dapat digunakan dalam pengembangan kecerdasan emosional yang di Indonesia belum banyak dilakukan guru dalam pembelajaran. 
Menurut National Science Education Standard (NCR), pendekatan inkuiri terbimbing dapat dilakukan dengan memotivasi dan mencontohkan model keterampilan penelitian sains, seperti sikap keingintahuan, keterbukaan terhadap data dan gagasan baru, serta skeptisisme yang merupakan karakteristik sains atau pembelajaran IPA.Sedangkan, pendekatan berbasis pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan kontruktivisme[4] sebagai landasan berpikir bahwa manusia harus mengontruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata.[5] Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengontruksi’ bukan “menerima” pengetahuan. Siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran (student center). Proses ini akan sangat terintegrasi dengan baik melalui penerapan kurikulum 2013.
Pembelajaran IPA sebenarnya telah banyak dilakukan baik dalam pembelajaran IPA maupun IPS melalui inkuiri. Pendekatan inkuiri maupun pemecahan masalah merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual yang memungkinkan siswa terlibat dalam proses, produk atau pengetahuan (content, knowledge) dengan konteks dan nilai (context, values, affective). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, melainkan menemukan fakta sendiri.
Penilaian (assessment) yang dapat diterapkan dalam pendekatan inkuiri terbimbing maupun pemecahan masalah adalah penilaian autentik[6]. Melalui penilaian autentik dalam pemdekatan inkuiri maupun pemecahan masalah, belajar menjadi bermakna karena siswa mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, melaksanakan penyelidikan atau penelitian, mengumpulkan data, membuat simpulan, dan berdiskusi. Siswa juga terlibat secara langsung dalam pembelajaran aktif dan belajar berpikir tingkat tinggi. Penilaian autentik dalam pembelajaran juga dapat megembangkan berbagai karakter, antara lain: religius, kejujuran, tanggung jawab, menghargai karya dan prestasi orang lain, kedisiplinan, dan sinta ilmu.
Pembelajaran IPA berbasis inkuiri maupun pemecahan masalah perlu dilakukan secara terpadu dan serempak melalui penerapan pada setiap individu sebagai kemampuan yang perlu dikembangkan pada berbagai jenjang pendidikan, tidak hanya pada jenjang sekolah menengah.


[1] Ahmad Fauzan, Desain dan Uji Keterbacaan Buku Ajar Kimia pada Materi Senyawa Benzena dan Turunannya serta Makromolekul dan Lipid melalui Konteks Batik, http://repository.upi.edu/3970/4/S_KIM_0700763_CHAPTER1.pdf diakses pada 2 Juli 2015.
[2] Effendy,  Aplikasi Pembelajaran IPA untuk Mengembangkan Karakter Siswa, Seminar Pendidikan di SMA Global Islmaic Boarding School, Kalimantan Selatan pada 25 Juni 2015.

[3] Nuryani Y. Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Sains., http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032-NURYANI_RUSTAMAN/PenPemInkuiri.pdf diakses pada 2 Juli 2015.
[4] Kontruktivisme merujuk pada Teori Kontruktivis Piaget dan Vygotsky yang relevan dengan pembelajaran inkuiri. Dengan kata lain siswa belajar memecahkan masalah dengan bantuan guru, tidak lagi mengingat dan menghafal informasi ketika diuji.
[5] M. Khusniati dalam Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran IPA, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (JPII) 1 (2) (2012),hlm.208-209.
[6] Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternative yang dapat memungkinkan siswa untuk mendemontrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah dengan cara menstimulasi siatuasi yang ditemui di dunia nyata.

No comments:

Post a Comment