Monday, June 3, 2013

Panduan Pemberian (Susu) Formula Pada Bayi Sesuai Standar WHO dan IDAI

“Aduh ASI saya tidak cukup, sepertinya sudah waktunya diberikan susu formula..”

Kalimat seperti ini sudah sering kita dengar. Bahkan tidak jarang anjuran untuk memberikan susu formula datang dari tenaga kesehatan, dengan  alasan bahwa berat badan bayi sulit naik atau berada di bawah garis normal. Sebetulnya, kapan bayi harus diberi susu formula?

Jawabannya: rekomendasi pemberian susu formula sebetulnya harus diberikan mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh WHO yang kemudian diadaptasi oleh IDAI.  Artikel berikut memuat kondisi-kondisi di mana susu formula boleh atau bahkan harus diberikan kepada bayi sesuai dengan panduan WHO dan IDAI mengenai  panduan pemberian formula sebagai pendukung atau pengganti ASI.

Dalam kondisi di luar yang ditentukan oleh WHO dan IDAI, sebetulnya ASI harus tetap diberikan, 6 bulan secara eksklusif dan dilanjutkan hingga usianya 2 tahun.

Dalam panduan WHO dan IDAI sebetulnya ada EMPAT kategori dimana formula bisa diberikan (definisi “formula” menurut dokumen WHO adalah infant feeding formula yang berupa susu dan non-susu).

Kategori PERTAMA yang didasarkan pada kondisi bayi dimana bayi tidak boleh menerima ASI.  Dalam kasus ini ada 3 jenis penyakit dimana bayi tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi ASI.

  1. Bayi terkena maple syrup disease, yaitu sebuah kelainan metabolisme dimana mereka tidak boleh mengkonsumsi susu atau setidaknya harus menjalani low protein diet. Jenis "formula" yang diberikan kepada mereka bukanlah susu, tetapi berupa "medical nutrition" yg terdiri dari asam amino, karbo, lemak, vitamin, mineral dan unsur-unsur lain seperti zat besi, Seleniun dan Chromium. Di negara-negara Barat seperti Eropa dan AS, produsen susu formula untuk bayi biasanya  juga  memproduksi produk-produk medical nutrition untuk kasus-kasus medis seperti ini. Medical nutrition ini tidak dijual bebas, harus diberikan dengan rekomendasi dokter anak, ahli gizi atau dietician, dan metabolic doctor atau dokter spesialis metabolisme.  

  1. Bayi yang terkena  galactosemia,  yaitu sejenis penyakit kelainan genetis dimana mereka harus menghindari gula susu (laktosa) yang ada dalam semua kategori susu yang dihasilkan mamalia, termasuk manusia. Biasanya mereka akan diberikan formula susu soya dengan formulasi khusus tanpa laktosa. Di Amerika Serikat, susu-susu seperti ini bisa dibeli secara luas, tetapi porsi dan pemberiannya tetap dengan saran dokter.


  1. Bayi dengan phenylketonuria. Phenylketonurian adalah sebuah penyakit bawaan lahir yang mengakibatkan terjadinya penumpukan asam amino yang disebut phenylalanine di dalam tubuh bayi. Penyakit ini disebabkan oleh adanya proses mutasi gen dalam tubuh. Bayi atau orng dewasa dengan  Phenylketonuria harus menjalani diet yang dapat mengurangi level phenylalanine dalam tubuhnya, dalam hal ini menjalani diet rendah atau bahkan zero protein.  Bayi dengan Phenylketonuria membutuhkan formula khusu yang bebas phenylalanine. Namun demikian di beberapa kasus, bayi dengan Phenylketonuria masih bisa mendapatkan ASI dengan pengawasan khusus dari dokter.
.
Kategori KEDUA yang didasarkan pada kondisi bayi dimana bayi tetap diberikan ASI tetapi harus mendapatkan suplementasi tambahan karena kondisi khusus. Kondisi khusus ini antara lain:

  1. 1. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di bawah 1500 gram atau bayi yang lahir di bawah usia 32 minggu/Bayi Kurang Bulan (BKB)

Bayi kurang bulan memerlukan kalori, lemak dan protein lebih banyak dari bayi cukup bulan agar dapat menyamai pertumbuhannya dalam kandungan. ASI bayi prematur mengandung kalori, protein dan lemak lebih tinggi dari ASI bayi matur, tetapi masalahnya adalah ASI prematur berubah menjadi ASI matang setelah 3 -4 minggu. Jadi untuk BKB kurang dari 34 minggu setelah 3 minggu kebutuhan tidak terpenuhi lagi. Volume lambung BKB kecil dan motilitas saluran cerna lambat sehingga asupan ASI tidak optimal. Untuk merangsang produksi ASI, diperlukan isapan yang baik dan pengosongan payudara. Refleks mengisap bayi prematur kurang / belum ada, akibatnya produksi ASI sangat tergantung pada kesanggupan ibu memerah.
Beberapa penelitian klasik antara lain oleh Lucas dan Schanler telah membuktikan manfaat ASI pada bayi prematur, akan mengurangi hari rawat, menurunkan insidensi enterokolitis nekrotikans (EKN) dan  menurunkan kejadian sepsis lanjut, hal hal yang sangat bermakna untuk perawatan BKB kecil di Indonesia. Sehingga perlu diusahakan memberi kolostrum (perah) terutama pada perawatan bayi di hari hari pertama.

Untuk mengatasi masalah nutrisi selanjutnya, setelah ASI prematur berubah menjadi ASI matang dianjurkan penambahan penguat ASI (HMF atau human milk fortifier, saat ini belum tersedia secara meluas di Indonesia). Penguat ASI adalah suatu produk komersial berisi  karbohidrat, protein dan mineral yang sangat dibutuhkan bayi kurang bulan. HMF yang proteinnya berasal dari susu sapi, biasanya  dicampurkan dalam air susu ibu bayi sendiri . Bila tidak tersedia penguat ASI, pemberian susu prematur dapat dibenarkan terutama untuk bayi prematur yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu atau berat lahir kurang dari 1500 gram. Apabila terdapat alergi terhadap susu sapi sebaiknya susu formula yang diberikan adalah susu formula yang telah dihidrolisis sempurna. Schanler menemukan pemberian HMF pada ASI donor kurang bermanfaat mungkin karena prosedur pemanasan yang harus dilalui. Selanjutnya, bila bayi sudah stabil, susu prematur dapat diberikan dengan Alat Bantu Laktasi (Lact Aid / Suplementer) untuk melatih bayi belajar mengisap

  1. 2. Bayi yang lahir cukup bulan tetapi dengan pertimbangan berbagai resiko kesehatan, antara lain:

a)  Bayi yang beresiko hipoglikemia dengan gula darah yang tidak meningkat meskipun telah disusui dengan baik tanpa jadwal atau diberi tambahan ASI perah. Resiko hipoglikemi dapat terjadi pada bayi kecil untuk masa kehamilan, pasca stress iskemik intrapartum, dan bayi dari ibu dengan diabetes mellitus terutama yang tidak terkontrol. Tata laksana yang dianjurkan adalah:
  • segera setelah lahir bayi disusui tanpa jadwal, dan jaga kontak kulit dengan ibu agar tidak hipotermi (untuk mengatasi hipotermi bayi memerlukan banyak energi)

  • gula darah plasma hanya diukur bila ada risiko atau ada gejala hipoglikemia dan sebaiknya diukur sebelum minum / umur bayi 4-6 jam
  • dibenarkan memberi suplemen ASI perah atau susu formula bila gula darah < 2.6 mmol (40 mg/dl) dan diulang 1 jam setelah minum ASI. mencukupi, penambahan susu formula dikurangi dan akhirnya dihentikan. 
  • bila gula darah tetap tidak meningkat ikuti tata laksana penanganan hipoglikemi sesuai panduan rumah sakit.

b) Bayi yang secara klinis menunjukkan gejala dehidrasi (turgor/ tonus kurang, frekuensi urin < 4x setelah hari ke-2, buang air besar lambat keluar atau masih berupa mekonium setelah umur bayi > 5 hari).

c) Hiperbilirubinemia pada hari-hari pertama, bila diduga produksi ASI belum banyak atau bayi belum bisa menyusu efektif. Dalam kategori ini secara spesifik diarahkan pada diagnosa Kuning karena ASI (breastmilk jaundice), bila bilirubin melebihi 20 – 25 mg/dL pada bayi sehat. Anjuran untuk membantu diagnosis dengan menghentikan ASI 1-2 hari sambil sementara diberi susu formula. Bila bilirubin terbukti menurun, ASI dimulai kembali.

d) Kondisi Lain-lain: bayi terpisah dari ibu, bayi dengan kelainan kongenital yang sukar menyusu langsung (sumbing, kelainan genetik). Dapat kita simpulkan, bahwa pada kasus-kasus di atas suplemen susu formula hanya diberikan sampai masalah teratasi sambil bayi terus disusui. Setelah itu ibu dan bayinya harus dibantu dan didukung agar bayi tetap mendapat ASI eksklusif.

Catatan:
  1. Pengganti ASI diberikan memakai sendok, cangkir ataupun selang orogastrik. Sementara itu ibu dianjurkan sering-sering    menyusui dan memerah payudara (4-5x sehari).
  2. Pemeriksaan kadar gula darah jam-jam pertama kelahiran tidak diperlukan pada bayi cukup bulan sehat.   
  3. Resiko tinggi hipoglikemia atau rendah gula darah.  Dalam kategori ini termasuk bayi yang ibunya mengalami diabetes apabila hasil tes darahnya  gagal menunjukkan hasil yang positif setelah mengkonsumsi ASI saja.

Kategori KETIGA adalah bayi yang tidak dapat menyusu karena kondisi kesehatan ibu.  Dalam berbagai kondisi kesesehatan ibu, ada yang sama sekali tidak direkomendasikan untuk menyusui.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
  1. 1. Ibu dengan HIV positif yang tidak direkomendasikan menyusui (ibu dengan HIV AIDS boleh menyusui dengan syarat dan ketentuan yang ketat, kalau tidak memenuhi syarat dan ketentuan ini biasanya tidak dianjurkan untuk menyusui). Rekomendasi dari WHO (November 2009) untuk ibu HIV positif:

  • Tidak menyusui sama sekali bila -- pengadaan susu formula dapat diterima, mungkin dilaksanakan, terbeli,  berkesinambungan dan aman (AFASS acceptable, feasible, affordable, sustainable dan safe)
  • Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV (Anti Retroviral) dianjurkan menyusui eksklusif sampai bayi  berumur 6 bulan dan dilanjutkan menyusui sampai umur bayi 1 tahun bersama dengan tambahan makanan pendamping ASI yang aman.
  • Bila ibu dan bayi tidak mendapat ARV, rekomendasi WHO tahun 1996 berlaku yaitu ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia bayi 6 bulan dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI yang aman.
  1. 2. Ibu penderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2 Virus ini juga menular melalui ASI. Virus tersebut dihubungkan dengan beberapa keganasan dan gangguan neurologis setelah bayi dewasa. Bila ibu terbukti positif, dan syarat AFASS dipenuhi, tidak dianjurkan memberi ASI.

  1. 3. Ibu penderita CMV (citomegalovirus) yang melahirkan bayi prematur juga tidak dapat memberikan ASInya.

  1. 4. Untuk kategori penyakit ibu seperti Hepatitis B atau TBC, sebetulnya ibu tetap bisa menyusui dengan catatan khusus. Untuk Hepatitis B, ibu bisa tetap menyusui selama bayi mendapatkan imunisasi Hepatitis B dalam waktu 48 jam setelah kelahiran. Untuk ibu dengan TBC, baik ibu dan bayi harus berada dalam penanganan dokter dan menjalani protocol penanaganan dan pencegahan TBC sesuai protocol yang berlaku di suatu Negara.

Kategori KEEMPAT adalah kategori ibu yang dengan indikasi tertentu untuk SEMENTARA tidak boleh menyusui

Pada ibu perlu dijelaskan bahwa penghentian menyusui hanya sementara dan ibu dapat melanjutkan menyusui bayinya kembali sesuai dengan perkembangan kesehatannya. Selain itu, petugas kesehatan harus dapat memberi informasi cara mempertahankan produksi ASI dan bila perlu rujuklah pada konsultan atau klinik laktasi.
  1. Ibu sakit berat sehingga tidak bisa merawat bayinya misalnya psikosis, sepsis, atau eklampsia
  2. Ibu yang sedang menjalani terapi radiasi untuk kanker
  3. Virus herpes simplex type 1 (HSV-1): kontak langsung mulut bayi dengan luka di dada ibu harus dihindari sampai pengobatannya tuntas
  4. Pengobatan ibu: psikoterapi jenis penenang, anti epilepsy

Ada juga pertimbangan memberi susu formula pada beberapa kondisi kesehatan ibu yang lain:
  1. Ibu yang merokok, peminum alkohol, pengguna ekstasi, amfetamin dan kokain dapat dipertimbangkan untuk diberi susu formula, kecuali ibu menghentikan kebiasaannya selama menyusui. 
  2. Beberapa situasi lain dimana dibenarkan untuk memberi susu formula : 
  • Laktogenesis memang terganggu, misalnya karena ada sisa plasenta (hormon prolaktin terhambat), sindrom Sheehan (perdarahan pasca melahirkan hebat dengan komplikasi nekrosis hipothalamus)
  • Insufisiensi kelenjar mammae primer: dicurigai bila payudara tidak membesar tiap menstruasi / ketika hamil dan produksi ASI memang minimal.
  • Pasca operasi payudara yang merusak kelenjar atau saluran ASI
  • Rasa sakit yang hebat ketika menyusui yang tidak teratasi oleh intervensi seperti perbaikan pelekatan, kompres hangat maupun obat. Tetapi kemudian harus segera ditindaklanjuti penyebab rasa sakitnya seperti misalnya pada kasus bayi dengan tongue tie

Disarikan dari:

  1. “Acceptable medical reasons for use of breast-milk substitutes”  dalam http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/WHO_FCH_CAH_09.01/en/
  2. “Pemberian Susu Formula pada Bayi Baru Lahir” dalam; http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=2012614114014

No comments:

Post a Comment