Latar Belakang
Listrik telah ada sejak jaman Belanda, di Indonesia didirikan perusahaan gas yang akhirnya melahirkan perusahaan listrik. Listrik mulai dimanfaatkan oleh manusia benda ini memiliki nilai guna yang amat tinggi. Perlahan-lahan manusia menjadi amat tergantung pada listrik dan tiada hari tanpa listrik. Ketika listrik mengalami gangguan dan menjadi padam maka manusia seperti kehilangan tenaganya. Listrik telah menjadi bagian dari tenaga manusia. Sejarah panjang manusia adalah sejarah ketika sistem yang manual yang memerlukan tenaga yang amat besar dari tubuh manusia berubah ke sistem otomatis yang bisa mengurangi tenaga manusia sampai beribu-ribu kalori. Sistem otomatis ini digerakan oleh mesin-mesin yang sebagian besar dipasok oleh tenaga listrik. Oleh karena itu ketika sistem otomatis terhambat, manusia sudah amat enggan untuk kembali ke sistem manual yang menguras tenaga besar. Kondisi ini telah menghinggapi sebagian besar masyarakat Indonesia terutama masyarakat dengan budaya perkotaan yang sudah tidak mau lagi bersusah payah mempertaruhkan tenaga tubuhnya.
Pada tahun 1907 di wilayah Surabaya perusahaan Listri dengan nama Electricitet Bedriefj Surabaya yang kemudian menjadi milik perusahaan Listrik N.V.ANIEM.[1] ANIEM merupakan perusahaan yang berada di bawah NV. Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini berkedudukan di Amsterdam dan masuk pertama kali ke kota Surabaya pada akhir abad ke-19 dengan mendirikan perusahaan gas yang bernama Nederlandsche Indische Gas Maatschappij (NIGM). Ketika ANIEM berdiri pada tahun 1909, perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik berikut sistem distribusinya di kota-kota besar di Jawa. Dalam waktu yang tidak terlalu lama ANIEM berkembang menjadi perusahaan listrik swasta terbesar di Indonesia dan menguasai distribusi sekitar 40 persen dari kebutuhan listrik di negeri ini. Seiring dengan permintaan tenaga listrik yang tinggi, ANIEM juga melakukan percepatan ekspansi. Tanggal 26 Agustus 1921 perusahaan ini mendapatkan konsesi di Banjarmasin yang kontraknya berlaku sampai tanggal 31 Desember 1960[2]. Pada tahun 1937 pengelolaan listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan diserahkan kepada ANIEM. Dalam perkembangan jaman pada masa Hindia Belanda, Listrik digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Diantaranya trem listrik, lampu jalan, listrik kebutuhan Industri dan rumah tangga. listrik dihasilkan dari berbagai sumber daya alam seperti tenaga uap,Air, dan lain sebagainya.
Pengelolaan seluruh sumber daya yang ada pas unit usaha menjadi hal yang sangat penting. Listrik di Indonesia yang saat ini dikelola oleh sebuah perusahaan monopolistik yang bernama Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah warisan pemerintah kolonial Belanda. Warisan ini memiliki sejarah yang sama dengan perusahaan minyak (Pertamina), perusahaan kereta api (PT KAI), bank sentral (Bank Indonesia), perusahaan perkebunan (PTPN), perusahaan pelayaran (Pelni), dan ratusan perusahaan lain yang embrionya berasal dari masa penjajahan Belanda. Proses pengambilalihan (take-over) perusahaan-perusahaan tersebut oleh bangsa Indonesia masing-masing memiliki kisah yang berbeda namun bermuara pada satu titik yaitu keinginan bangsa Indonesia untuk mengelola sendiri perusahaan yang semula berada di tangan para pengusaha Eropa utamanya Belanda pasa kemerdekaan Indonesia. Keinginan tersebut dilandasi oleh rasa nasionalisme yang amat tinggi serta kondisi psikologis yang sedang melanda rakyat Indonesia secara menyeluruh. Salah satu perusahaan yang menguasai hajat hidup masyarakat Indonesia adalah perusahaan listrik. Pasca proklamasi kemerdekaan, perusahaan listrik adalah salah satu yang diambil alih oleh ”masyarakat Indonesia” dan kemudian dikelola oleh pemerintah. Makalah ini mencoba mendeskripsikan pengambilalihan salah satu perusahaan listrik kolonial yang berkedudukan di kota Surabaya dengan terlebih dahulu melihat kondisi kelistrikan di kota Surabaya pada masa kolonial.[3]
Sebagai perusahaan yang menguasai hampir 40 persen kelistrikan di Indonesia, ANIEM memiliki kinerja yang cukup baik dalam melayani kebutuhan listrik. Sebagaimana telah disebutkan di atas ANIEM memiliki wilayah pemasaran di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan. Untuk melayani wilayah pemasaran yang cukup luas ini ANIEM menerapkan kebijakan desentralisasi produksi dan pemasaran dengan cara membentuk anak perusahaan. Dengan demikian maka listrik diproduksi secara sendiri-sendiri di berbagai wilayah oleh perusahaan yang secara langsung menangani proses produksi tersebut. Dengan demikian kinerja perusahaan menjadi amat efektif, terutama dari segi produksi dan pemasaran. Beberapa perusahaan yang merupakan bagian dari ANIEM (NV. Maintz & Co.) antara lain sebagai berikut:
1. NV. ANIEM di Surabaya dengan perusahaan-perusahaan di Banjarmasin, Pontianak, Singkawang, Banyumas.
2. NV. Oost Java Electriciteits Maatschappij (OJEM) di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Lumajang, Tuban, dan Situbondo.
3. NV. Solosche Electriciteits Maatschappij (SEM) di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Solo, Klaten, Sragen, Yogyakarta, Magelang, Kudus, Semarang.
4. NV. Electriciteits Maatschappij Banyumas (EMB) di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Purwokerto, Banyumas, Purbalingga, Sokaraja, Cilacap, Gombong, Kebumen, Wonosobo, Cilacap, Maos, Kroya, Sumpyuh, dan Banjarnegara.
5. NV. Electriciteits Maatschappij Rembang (EMR) di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Blora, Cepu, Rembang, Lasem, Bojonegoro.
6. NV. Electriciteits Maatschappij Sumatera (EMS) di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Bukit Tinggi, Payakumbuh, Padang Panjang, Sibolga.
7. NV. Electriciteits Maatschappij Bali dan Lombok (EBALOM) di Surabaya dengan perusahaan-perusahaannya di Singaraja, Denpasar, Ampenan, Gorontalo, Ternate, Gianyar, Tabanan, dan Klungkung.
Sebagaimana telah disinggung di bagian sebelumnya, perusahaan-perusahaan tersebut memiliki sifat setengah otonom. Mereka diberi hak untuk memproduksi tenaga listrik, mengalirkannya ke pelanggan, dan melakukan pemeliharaan jaringan. Bahkan kewajiban-kewajiban kepada pemegang saham juga dilakukan secara otonom terutama dalam hal pembagian deviden. Dalam hal memproduksi tenaga listrik masing-masing perusahaan memiliki pembangkit tersendiri di wilayah mereka. Sebagai contoh NV. Electriciteits Maatschappij Banyumas (EMB) memiliki pembangkit sendiri di Ketenger, yang digerakkan dengan air Sungai Banjaran,Baturaden, sekitar duapuluh kilometer utara kota Purwokerto yang menghasilkan tenaga (tegangan) sebesar 30 Kv (kilo Volt), NV. Solosche Electriciteits Maatschappij (SEM) memiliki pembangkit di Jelok, yang digerakan dengan air Sungai Tuntang, Salatiga yang menghasilkan tenaga (tegangan) yang sama yaitu 30 Kv. Sedangkan kantor pusatnya sendiri di Surabaya memiliki tiga pembangkit masing-masing di Ngagel, Semampir, dan Tanjung Perak.[11] Pembangkit di Tanjung Perak merupakan pembangkit bertenaga uap yang pengelolaannya ditangani oleh NV. Nederlandsche Indische Waterkracht Exploitatie Maatschappij (NIWEM) yang merupakan anak perusahaan dari ANIEM. Pada prakteknya listrik yang dihasilkan oleh NIWEM dijual kepada ANIEM yang selanjutnya didistribusikan kepada para pelanggan.
Dari sisi penjualan, kinerja ANIEM dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang luar biasa, yang dimulai setelah krisis ekonomi berlalu. Penjualan pada periode sebelum krisis bisa dikatakan stagnan. Kondisi ekonomi yang berangsur-angsur membaik telah menyebabkan daya beli masyarakat dan industri terhadap tenaga listrik meningkat secara drastis. Hal ini bisa dilihat pada data-data penjualan/pendistribusian tenaga listrik sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1:
Jumlah daya Listrik yang Terjual
Selama Tahun 1935-1941 (kWh)
Tahun | Rumah tangga | Industri | Total |
1935 | na | na | 93.178.506 |
1936 | na | na | 99.423.812 |
1937 | na | na | 109.731.540 |
1938 | 74.300.000 | 35.400.000 | 109.700.000 |
1939 | 77.200.000 | 39.300.000 | 116.500.000 |
1940 | 81.420.000 | 45.810.000 | 127.230.000 |
1941 | 85.990.000 | 55.976.000 | 141.966.000 |
Sumber: Verslag NV. Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM). Boekjaar 1936-1941
Tabel di atas menunjukkan beberapa hal. Pertama, pemakaian listrik di Indonesia pada masa kolonial sebagian besar dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, sementara untuk keperluan industri hanya sekitar 50 persen dari seluruh daya listrik yang didistribusikan oleh ANIEM. Hal ini disebabkan karena pada periode tersebut sebagian besar industri yang memerlukan tenaga listrik membangun pembangkit secara mandiri. Kedua, dari tahun ke tahun terdapat kecenderungan kenaikan pemakaian tenaga listrik, baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri. ANIEM dalam laporannya yang terakhir sebelum perusahaan diambil alih oleh pemerintah pendudukan Jepang memuat beberapa alasan mengenai kecenderungan kenaikan pemakaian tenaga listrik tersebut. Menurutnya kenaikan pemakaian tenaga listrik terjadi pada pembangkit yang dikelola oleh anak perusahaan dari ANIEM yang telah berdiri cukup lama dengan produksi yang sudah stabil. Sementara untuk pembangkit yang dikelola oleh perusahaan yang baru berdiri nyaris tidak mempengaruhi kenaikan penjualan.
Terinspirasi oleh banyaknya ruang publik di berbagai kota besar di dunia yang mengelola listrik Surabya telah mampu memberikan kesan unik pada bentuk peninggalan budaya mengenai Pengelolaan Listrik lewat Aturan dan kebijakan yang disahkan dalam Lembar Peraturan Daerah Surabaya.
Rumusan Masalah
Bagaimana Pemerintahan Hindia Belanda Mengelola Listrik dalam kebijakan peraturan yang dibuat?
Metodologi Penelitian
a. Metode Penelitian Sejarah
Untuk mengungkapkan permasalahan yang akan diteliti dengan metode penulisan Sejarah. Serangkaian prosedur dan alat atau piranti yang digunakan sejarahwan dalam melakukan penelitian. Dalam menyusun penulisan sejarah harus mendapatkan hasil yang kredibel atau dapat dipercaya.
Tahap pertama dilakukan adalah Heuristik (metode / tahapan yang digunakan dalam penulisan sejarah dengan mengumpulkan sumber yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti). Pada tahapan ini sangat penting sekali karena akan menetukan keabsahan dan Validitas hasil tulisan nantinya.
Beberapa sumber primer yang berupa sumber tertulis dalam bentuk majalah sezaman memberikan informasi seputar objek yang akan dikaji, majalah diperoleh pada saat melakukan studi di perpustakaan nasional Jakarta dan Arsip Nasional Republik Indonesia. Beberapa sumber antara lain:
Ø Alles Electrisch in het Indiche huis
Ø Soerabaya Neiw
Ø Algemene secretary
Ø Lembar Negara
Sumber–sumber yang terkumpul selanjutnya lakukan pengujian melalui Kritik (Historical Critism) baik kritik eksternal yang dibutuhkan untuk menguji keaslian sumber, dan kritik Internal untuk menguji relevan dengan masalah yang akan diteliti.
Langkah selanjutnya melakukan penafsiran dan Interpetasi. Menurut Aminudin Kasdi fakta yang ditemuan kemudian ditafsirkan agar obyek akan lebih hidup, sehingga fakta tidak merupakan kesenangan, kesan dan ingatan belaka.
No comments:
Post a Comment