Menjadi pendidik dan berinteraksi dengan anak-anak di negeri ini
membuat saya belajar banyak hal, terutama tentang karakter anak juga
'keunikan-keunikan' mereka.
Apalagi khusus 'anak-anak perempuan saya' yang sebagian orang telah menganggapnya 'nakal'.
Sungguh menjadi tantangan tersendiri bagi saya sebagai 'emaknya'.
Hikmahnya adalah saya jadi terpacu untuk belajar banyak hal disamping parenting dan psikologi remaja.
Dari mereka saya juga belajar hal-hal baru yang belum atau tidak saya tahu sekalipun.
Saya juga bisa belajar untuk lebih 'peduli' dan lebih banyak mendengarkan, meski kadang-kadang muncul semacam perasaan bersalah karena belum bisa berbuat banyak hal untuk 'melayani dan membantu' mereka dengan baik dan tulus.
Mudah-mudahan saya tidak termasuk orang yang takut menghadapi perubahan dan malas beradaptasi pada hal-hal baru, tidak sanggup menerima kejutan dan tak mau membuka mata: bahwa tidak ada anak nakal; bahwa tidak ada cap, tak ada wadah, tak ada bentuk. Setiap orang, setiap anak unik dan indah.
Mengapa?
Karena Tuhan juga tidak seperti praduga kita.
Kita duga Tuhan hanya berbicara melalui keadaan damai dan suka, tapi Dia juga bicara lewat duka dan derita. Kita pikir Tuhan hanya bicara lewat gereja, masjid, pura, kelenteng, tapi Ia juga bicara melalui orang sesat.
Kita berharap mendengar Dia saat matahari terbit, namun Tuhan juga terdengar di dalam kegelapan pekat.
Kita berusaha mencariNya dalam kejadian-kejadian penuh kejayaan dan kemuliaan, padahal suaraNya lebih terdengar di masa-masa penuh kesulitan dan kesusahan.
Kita harus membiarkan Allah menjelaskan diriNya sendiri.
Kita juga harus memberi kesempatan kepada pasangan dan anak-anak (serta kawan, saudara dan tetangga) untuk menampilkan diri mereka apa adanya.
*terinspirasidariOpa :)
Apalagi khusus 'anak-anak perempuan saya' yang sebagian orang telah menganggapnya 'nakal'.
Sungguh menjadi tantangan tersendiri bagi saya sebagai 'emaknya'.
Hikmahnya adalah saya jadi terpacu untuk belajar banyak hal disamping parenting dan psikologi remaja.
Dari mereka saya juga belajar hal-hal baru yang belum atau tidak saya tahu sekalipun.
Saya juga bisa belajar untuk lebih 'peduli' dan lebih banyak mendengarkan, meski kadang-kadang muncul semacam perasaan bersalah karena belum bisa berbuat banyak hal untuk 'melayani dan membantu' mereka dengan baik dan tulus.
Mudah-mudahan saya tidak termasuk orang yang takut menghadapi perubahan dan malas beradaptasi pada hal-hal baru, tidak sanggup menerima kejutan dan tak mau membuka mata: bahwa tidak ada anak nakal; bahwa tidak ada cap, tak ada wadah, tak ada bentuk. Setiap orang, setiap anak unik dan indah.
Mengapa?
Karena Tuhan juga tidak seperti praduga kita.
Kita duga Tuhan hanya berbicara melalui keadaan damai dan suka, tapi Dia juga bicara lewat duka dan derita. Kita pikir Tuhan hanya bicara lewat gereja, masjid, pura, kelenteng, tapi Ia juga bicara melalui orang sesat.
Kita berharap mendengar Dia saat matahari terbit, namun Tuhan juga terdengar di dalam kegelapan pekat.
Kita berusaha mencariNya dalam kejadian-kejadian penuh kejayaan dan kemuliaan, padahal suaraNya lebih terdengar di masa-masa penuh kesulitan dan kesusahan.
Kita harus membiarkan Allah menjelaskan diriNya sendiri.
Kita juga harus memberi kesempatan kepada pasangan dan anak-anak (serta kawan, saudara dan tetangga) untuk menampilkan diri mereka apa adanya.
*terinspirasidariOpa :)