Kala senja memerah, burung belibis, burung gereja, dan kawanan burung lain mulai mengandang, kaki-kaki kecil seorang bocah menapaki pasir-pasir basah di sekitar Bengawan Solo, kelurahan Ledok Kulon, kota Bojonegoro dengan lincah cerianya menuju tempat tinggalnya.
Sesampai di rumahnya, dijumpainya sang nenek yang lagi asyik menembang tembang Jawa karya Sunan Giri dan dimasyarakatkan Sunan Kalijaga.
“Lir-ilir tandure wis sumilir tak ijo royo-royo tak sengguh penganten anyar…”
Dengan manjanya si bocah kecil menghampiri sang nenek, “Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.” Serta merta sang nenek menjawab, “Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokayuh.”
“Nenek, bolehkah aku tanya tentang makna namaku?” Tanya Sang Cucu pada neneknya. “Tentu cucuku,” jawab Sang Nenek. Namamu ‘Arambana Bhojanagara’, Arambana berasal dari Arum Bhuana yang artinya harumnya dunia dan Bhojanegara adalah tempat kelahiranmu. Dengan nama itu, bundamu berharap kelak kalau kau sudah dewasa diberi Allah kemampuan mengharumkan kota Bojonegoro ke seluruh dunia melalui wisata sejarah, panorama, maupun bisnisnya.
Nama Bojonegoro sebagai ganti kota Rajekwesi resmi sejak 25 September 1828. Bhoja berrti makanan dan Negara (negoro) berarti pemerintahan. Jadi, kota Bojonegoro dapat diartikan kota tempat member makan.
Kota Rajekwesi yang berada di sekitar Bengawan Solo terkenal sebagai daerah yang subur gemah ripah loh jinawi, terutama pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Hariya Matahun (17251741).
Raden Tumenggung sering mengundang rakyat kecil (kawula alit) untuk makan bersama di Pandapa. Makan bersama dalam bahasa Kawi atau Jawa Kuno adalah gembul Bhoja atau Bhojana. Karena pihak pemerintah sering mengundang kawula alit untuk makan bersama itulah, maka kota ini dinamakan Bojonegoro, sebagai ganti Rajekwesi.
Selanjutnya, Arambana bertanya pada neneknya, “Nenek apa yang melatarbelakangi para pejabat kota Bojonegoro ini santun kepada kawula alit Nek?”
“Karena para pejabat kota ini tidak hanya handal dalam ilmu pemerintahan, tetapi beliau-beliau ini menghayati pejabat bukanlah penguasa tetapi pejabat adalah pelayan-pelayan kasih Illahi. Mereka derdas secara IQ (Intelegensia Quation), EQ (Emotional Quotion), dan SQ (Spiritual Quation), atau cerdas secara rohani,” jawab Sang Nenek.
“Nenek, apakah para pejabat negeri ini dalam olah rohani juga belajar tentang dialog Rosul Muhammad dengan iblis karya Syekh Muhyidin Ibnu ‘Araby?” tanya Arambana pada neneknya.
“Ya iyalah..” jawab Sang Nenek dengan bahasa gaulnya.
“Kalau begitu tolong dong Nek ceritakan sebagian untukku.”
“Baiklah cucuku. Diriwatkan dari Mu’adz Bin Jabal R.A. dari Ibnu Abas berkisah: “Kami bersama Rosulullah SAW di rumah salah seorang sahabat Anshar. Saat itu kami di tengah-tengah jama’ah, lalu datang iblis. Ternyata ia berupa orang yang sudah tua bangka dan buta sebelah mata. Ia berjenggot sebanyak tubuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut bulu matanya. Kedua kelopak matanya seperti terbelah ke atas (tidak ke samping), sedang kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, dan gigi taringnya keluar seperti taring babi. Sementara kedua bibirnya seperti bibir kerbau.
Ia datang sambil memberi salam, “Asalamualaikum ya Muhammad.. assalamualaikum ya jama’atalmus limin,” kata iblis.
Nabi menjawab, “Assalamu Lillah Yala’iin (keselamatan hanya milik Allah wahai makhluk yang terkutuk). Saya mendengar engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu tersebut wahai iblis?”
“Wahai Muhammad, saya datang ke sini bukan karena kemauanku sendiri, tapi saya datang ke sini karena terpaksa,” terang iblis.
“Apa yang membuatmu terpaksa harus datang ke sini, wahai makhluk terkutuk?” tanya rosulullah.
Iblis menjawab. “Telah datang kepadaku seorang malaikat yang diutus oleh Tuhan yang Maha Agung. Utusan itu berkata kepadaku: “Sesungguhnya Allah memerintahknku untuk datang kepada Muhammad, sementara engkau adalah makhluk hina nan rendah. Engkau harus memeberitahu kepadanya bagaimana engkau menggoda dan merekayasa anak cucu Adam. Bagaimana engkau merayu mereka, lalu engkau harus menjawab segala apa yang ditanyakan Muhammad dengan jujur. Maka demi kebesaran dan keagungan Allah, jika engkau menjawabnya dengan bohong, sekalipun hanya sekali, sungguh engkau akan Allah jadikan debu yang akan dihempaskan oleh angin kencang dan musuh-musuhmu akan merasa senang.”
“Wahai Muhammad, maka sekarang saya datang kepadamu sebagaimana diperintahkan kepadaku. Tanyakan apa saja yang engkau inginkan. Kalau sampai saya tidak menjawabnya dengan jujur, maka musuh-musuhku akan merasa senang atas musibah yang akan saya terima. Sementara tidak ada beban yang lebih berat bagiu daripada musuh-musuhku atas musibah yang menimpa diriku.”
Rosulullah mulai bertanya kepada iblis. “Jika engkau bisa menjawab dengan jujur, maka coba ceritakan kepadaku siapa orang yang paling engkau benci!”
Iblis menjawab dengan jujur. “Wahai Muhammad, Engkau adalah orang yang paling aku benci dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu.”
“Lalu, siapa lagi yang paling engkau benci,” tanya rosulullah.
“Seorang pemuda yang bertaqwa dimana ia mencurahkan dirinya hanya kepada Allah,’ jawab iblis.
“Siapa lagi,”
“Orang alim atau canggih yang wara’ (menjaga diri dari harta haram dan subhat), lagi sabar,” jawab iblis.
“Siapa lagi?”
“Orang yang melanggengkan diri dari kesucian yaitu suci lahir, batin, dan lingkungan (baik lingkungan fisik maupun eterik).”
“Siapa lagi?”
“Orang fakir yang senantiasa bersabar, yang tidak pernah menuturkan kepada siapapun dan juga tidak pernah mengeluhkan penderitaan yang dialaminya.”
“Lalu, darimana engkau tahu ia bersabar,”
“Wahai Muhammad, bila ia masih da pernah mengeluhkan penderitaannya kepada makhluk yang sama dengannya selama tiga hari, maka Allah tidak akan mencatat perbuatannya dalam kelompok orang-orang yang bersabar.”
“Lalu siapa lagi wahai iblis?”
“Orang kaya yang bersyukur,”
“Lalu apa yang dapat memebritahumu bahwa ia bersyukur?”
“Bila saya melihat ia megambil kekayaannya dari apa saja yang dihalalkan dan kemudian disalurkan pada yang berhak,” tutur iblis.
“Bagaimana kondisimu bila umatku menjalankan sholat?” tanya Rosulullah.
“Wahai Rosul, saya langsung merasa gelisah dan gemetar.”
“Mengapa wahai makhluk yang terkutuk?”
“Sesungguhnya apabila seorang hamba bersujud kepada Allah, sekali sujud, maka Allah mengangkat satu derajat (tingkat). Apabila mereka berpuasa, maka saya terikat sampai mereka berbuka kembali. Apabila mereka manasik haji, maka saya jadi gila. Apabila bersedekah, maka seakan-akan orang yang bersedekah tersebut mengambil kapak lalu membelah saya menjadi dua,” jawab iblis.
“Mengapa demikian wahai Abu Murrah (julukan iblis)?”
“Sebab dalam sedekah ada empat perkara yang perlu diperhatikan: (1) dengan sedekah itu Allah akan menurunkan keberkahan dalam hartanya; (2) Allah menjadikan ia disenangi di kalangan makhluknya; (3) dengan sedekah itu pula Alah akan menjadikan suatu penghalang antara neraka dengannya; dan (4) ia akan terhindar dari berbagai bencana dan penyakit.
“Ketahuilah Muhammad, bahwa orang yang masih suka dirham dan binar (harta) berarti belum bisa murni karena Allah. Apabila saya masih melihat seseorang yang sudah tidak menyukai dirham dan binar (untuk kepentingan pribadi), serta tidak suka dipuji, maka saya tahu bahwa ia adaah orang yang ukhlis karena Allah, lalau saya tinggalkan.”
Demikianlah Arambana, sebagian dari dialog antara Rosul Muhammad dan iblis yang melatarbelakangi para pejabat di sini santun dengan kawula ait. Semoga kelak ketika kamu dewasa, harapan bundamu menjadi kenyataan. Perkenalkan pada dunia bahwa kota Bojonegoro itu penuh pesona. Disana ada banyak objek wisata yang dapat dikunjungi diantaranya Khayangan Api, Waduk Pacal, Dander Taman Tirtawana, Gua Lowo, Penambangan Minyak Tradisional, kerajinan ukiran kayu jati, seni tari tayub, wayang Tenghul, budaya masyarakat Samin, perusahaa tembakau, dan makanan khas Ledre. Insyaallah ke depan Bojonegoro akan menjadi Brunei-nya Indonesia. Amin!
*Endang Syahrul K.N. (Guru SMAN Sumberrejo, Bojonegoro)
Bojonegoro, 30 April 2007 disajikan dalam “Lomba Dongeng Kesejarahan 2007”.
No comments:
Post a Comment