Nameste,, ah ingin menyapa pagi ini ala-ala
India, bukan karena saya penggemar Uttaran sih, tetapi supaya lebih powerfull
menghadapi Senin ini yang lumayan menguras tenaga karena harus back to work.
Iyah, saya adalah working mom, mengajar di sebuah sekolah swasta di suatu daerah di
Kalimantan Selatan dengan waktu bekerja hampir 10 jam setiap harinya. Fiuh,
melebihi PNS yah :D
Sebenarnya, ini bukan kali pertama, saya menyusui
atau breastfeeding. Anak saya yang
pertama, Gaza, Alhamdulillah lulus S3 ASI meskipun tidak sampai betul-betul pas
pada usia dua tahun.
Waktu menyapihnya pun saya Weaning With Love
(WWL) karena waktu itu saya (tidak sadar) ternyata telah hamil 5 minggu.
Barangkali rasa ASI-nya sudah lain, jadi perlahan, Gaza berhenti ngASIdengan
sendirinya.
Nah, anak saya yang kedua, Hope (iyah namanya
memang Hope asli sesuai akta kelahiran :D) memang agak unik karena hanya mau
ngASI langsung dari ‘pabrik’nya. Uhm, apa yah istilahnya, Direct Breast Feeding kali yah hehehe
Berkat keunikan Hope inilah, Mama Endut-nya
(panggilan anak-anak kepada saya) sampai habut
(kalang kabut) mencari cara untuk tetap dapat eksklusif menyusui tanpa
mengganggu pekerjaan.
Di tengah ke-habut-an
dan masa kepepet itulah, Tuhan
mengirimkan wahyuNya. Muncullah ide untuk minta izin untuk ngASI setiap
istirahat makan siang, karena hanya satu waktu itulah yang paling representative selama all day long bekerja. Tentu saja, saya
mohon restu dulu sama Babah (suamiku).
Alhamdulillah, setelah berdiskusi singkat, Babah
yang juga Ayah ASI support banget dan tetap harus berhati-hati ketika sedang on the way.
Pagi itu juga, saya bergegas untuk membuat surat
izin dan langsung ‘menodong’ atasan dan HRD. Alhamdulillah, rezeki anak sholeh.
Yah, walaupun hanya dapat satu jam izin pulang untuk ngASI sih, tapi itu sudah
Alhamdulillah banget.
Jadilah, mulai siang hari itu juga, saya
mengawali hari baru di siang bolong berjibaku dengan panas yang menggantang. Awalnya,
sungguh capek rasanya, badan pegal-pegal semua.
Namun, begitu tiba di rumah disambut dengan tawa
riang anak-anak, letih dan panas itu sirnalah sudah. Sungguh tak berasa
sedikitpun. Subhanallah….
Bukan tanpa alasan, rutinitas yang belakangan
jadi hobi ini, tentu saja memiliki kisah tersendiri.
Ceritanya, kurang lebih satu bulan setelah
melahirkan, saya coba untuk memerah ASI sebagai persiapan ketika nanti kembali
bekerja pasca cuti melahirkan.
Entahlah, setiap kali memerah ASI, baik waktu
anak pertama dan anak kedua hasilnya pasti tidak terlalu banyak, padahal ASI
saya melimpah ruah sampai banjir meskipun sudah menggunakan breast pad.
Beberapa kali memerah ASI dan mencoba menyuapi
Hope dengan berbagai metode, mulai dari cup
feeder, sendok, dan bahkan dot, tetapi Hope-ku, lagaknya hanya mencicip saja
tidak mau sama sekali.
Tak hanya itu, Hope pun bisa melakukan gerakan
penolakan dengan tangan mungilya--ditampel kalo kata orang Jawa--disertai mimik
wajah masam pertanda bahwa ASIP itu tidak enak rasanya.
Sempat frustasi ketika belum menemukan cara
bagaimana mengatasi hal ini, hingga pada akhirnya menemukan ‘resep jitu’ itu.
Alhamdulillah, hobi baru ini masih saya geluti
sampai hari ini. Bismillah.. semangat menjadi pejuang ASI, meskipun sudah
pernah terjatuh dari motor demi Direct
Breast Feeding for Hope.
Saya selalu percaya, Tuhan selalu menyertai dan
melindungi hambaNya yang sedang berjuang untuk melakukan hal mulia ini.
Apa yang saya lakukan ini, hanyalah secuil kisah
dari para ibu-ibu pejuang ASI lainnya yang pasti lebih hebat dan tangguh.
Semoga Hope ngASI sampi S3 yah.. Aamiin….
Semoga lebih banyak ibu-ibu yang lebih aware tentang Brest Feeding \(^_^)/ \(^_^)/ \(^_^)/