Tahun ini adalah kali kedua nagkatan kedua akan melaksanakan Hijrah program yaitu Umroh dan Homestay di Malaysia dan Singapura bagi SMA GIBS. Seperti biasa, akan ada guru dan fellow juga staff yang akan memeroleh giliran mendampingi siswa. Sebenarnya saya sempat ditunjuk untuk mendampingi angkatan kedua tersebut, namun karena Allah memberikan rezeki lain berupa calon bayi di dalam rahim saya akhirnya saya putuskan untuk menggatinya dengan rekan lainnya.
Ada beberapa pertimbangan yang saya ambil dengan prioritas tetap kepada calon anak saya karena jujur saya tidak berani menanggung resiko apapun ketika saya bersikukuh untuk tetap berangkat. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian, tapi setelah diskusi dengan suami saya lebih baik memilih yng lebih safe daripada berspekulasi. Sebelum memutuskan hal ini tentu saja saya berkonsultasi dengan pihak yang bersangkutan, mulai dari Ketua Yayasan hingga Dokter spesialis kandungan. Sebenarnya bisa saja ibu hamil berangkat ketika umroh, tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan dengan betul-betul.
Pertama, untuk umroh seseorang memerlukan visa umroh yang bisa diperoleh ketika sudah melakukan vaksin meningitis atau kartu kuning dari kantor kesehatan yang ditunjuk. Waktu itu saya belum tahu kalau saya positif hamil karena sempet nge-flek dua minggu sebelum jadwal vaksin. Kemudian, karena saya curiga ada yang tidak beres dengan tubuh saya, akhirnya saya membeli testpek. Ketika sedang testpek dini hari waktu itu tanda garisnya hanya satu yang keluar, lalu saya tinggal sholat. Saya pun lega karena ternyata hasilnya negatif berarti perut saya yang kencang dan emosi saya yang labil kemarin itu barangkali gejala PMS. Tetapi alangkah kagetnya saya begitu selesai sholat dan hendak membuang tespek garis yang semula satu tiba-tiba berubah jadi dua namun samar. Saya tertegun sesaat antara bahagia dan bingung, suami saya pun memeluk seraya menenangkan saya. Kami pun diskusi panjang dan sepakat untuk tespek sekali lagi untuk memastikannya. Dua hari kemudian, saya tespek ulang dan memang hasilnya positif. Ketika mendampingi siswa vaksin, saya gunakan kesempatan itu untuk konsultasi dengan dokter. Kantor kesehatan jelas tidak bisa mengeluarkan Kartu Kuning sesuai prosedur, biasanya pihak travel bisa saja mengupayakan. Saya sempat berfikir bagaimana caranya mengupayakan pasti dengan cara yang 'kurang benar' karena saya tahu betul setelah konsultasi dengan dokter dan membaca beberapa referensi ibu hamil tidak boleh disuntik vaksin meningitis karena virus di dalam vaksin dapat membahayakan janin dapat menyebabkan kecacatan bahkan keguguran. Saya yang masih trauma karena pernah keguguran anak pertama tentu saja tidak ingin melakukannya.
Kedua, untuk lebih menyakinkan saya mengunjungi dokter spesialis kandungan melakukan usg dan ternyata usia kehamilan saya sudah 4w. Ketika saya hitung mundur berarti saya sudah hamil sejak saya di Bandung dan flek yang terjadi saat itu bukan darah haid, tapi karena tidak tahu saya sampaikan semuanya sama dokter. Dokter juga menyampaikan, bahwa usia yang pas dan aman ketika ibu hamil melakukan umroh adalah pada trimester kedua atau ketika usia kehamilan minimal 14w. Itupun dengan catatan ibu hamil sudah pernah divaksin meningitis pada tahun sebelumnya dan membawa surat rekomendasi dari dokter mengingat meningitis begitu berbahaya bagi manusia.
Sekarang usia kehamilan saya jalan 9w senantiasa berikhtiar memohon yang terbaik buat calon dhedhek diperut. Semoga disehatkan, dinormalkan, dilancarkan, sampai persalinan tiba insyaallah hpl pasca lebaran. Aamiin :)